Kang Nano , Penjual Bendera Keliling

JUALAN : Kang Nano berjualan bendera berpindah pindah . Bergaya ditempat lokasi usahanya.  Foto Asep Haryono
JUALAN : Kang Nano berjualan bendera berpindah pindah . Bergaya ditempat lokasi usahanya.  Foto Asep Haryono

Kang Nano, Penjual Bendera Keliling
"Ditipu, Dipukuli sampai Disangka Sudah Meninggal"

"Silahkan den mau beli bendera yang mana yang kecil ada harganya 5000 rupiah cocok untuk anak anak" goda Kang Nano membujuk saya agar membeli salah satu koleksi bendera merah putihnya.  Menjelang HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 72 tahun ini pedagang Bendera bermunculan di mana mana bak jamur di musim hujan.

Saya saat itu (29/7) saya memang ingin memeriksakan motor Honda SupraFit saya ke bengkel motor di kawasan Jalan Supadio, namun bengkel bukanya masih satu jam lagi. Sambil menunggu bengkel motor itu buka , saya mencoba mengajak ngobrol penjual bendera yang mangkalnya tidak jauh dari bengkel motor tersebut.

"Nama saya Kang Nano, saya dari Garut, rumah saya di Bandung, sudah berkeluarga anak saya satu, di Pontianak ini baru beberapa hari, jualan bendera di sini pindah pindah gitu" kata Kang Nano membuka obrolan siang itu.

Dia datang ke Pontianak bersama beberapa teman teman lainnya yang diajak oleh seorang agen yang memperkerjakan mereka berjualan Bendera.   "Jadi di Pontianak ini saya baru beberapa hari, belum banyak tau jalan jalan sekitar ini untung saja ada kawan saya yang juga penjual bendera juga yang sudah paham jadi bisa bantuin kalau nda ya tersesat" katanya

Ketika saya tanya mengapa kota Pontianak yang menjadi pilihannya berjualan Bendera dia pun menjawab "Sebenarnya nda rencana bisa sampai ke sini (Pontianak-red) saya iku agen saja, jadi agen yang bilang kalau kita jualan di Pontianak aja" katanya.  Hasil keuntungan dari jualan musiman seperti bendera ini menurutnya lumayan dan bisa bersih dibawa pulang.

"Jualan Bendera memang musiman, makanya agen saya bilang udah jual aja benderanya, laku nda laku gajinya tetap dibayar 2 juta rupiah"
katanya.  Dia menyebut jika bendera tidak laku tetap dikembalikan ke agen, dan dihitung ulang mana yang laku dan mana yang masih ada sisa. "Semuanya harus pas . jika ada yang kurang ya resiko saya harus ganti, potong gaji gitu" katanya.   

Dia juga sudah mendengar kalau banyak orang seperti dirinya yang merantau ke Pontianak sudah lebih dahulu sukses seperti penjual Batagor, Sol Sepatu, dan juga Siomay.

"Oh ya itu temen teman juga walau tidak kenal namanya dari kampung ya rasanya sudah seperti saudara
" kata Kang Nano sambil menyebut daerah asalnya di Bandung dan sekitarnya.  Kang Nano kaget mendengar saya bicara dengan aksen Bahasa Sunda "Oh bukan kang, saya mah Indonesia aja lahir kebetulan di Jakarta cuma memang ada blasteran Sunda, karena ayah saya Almarhum dari Cirebon gitu kang" jawab saya sekenanya.  Kang Nano manggut manggut saja



SENANG : Kang Nano tidak berkeberatan fotonya diambil untuk keperluan penulisan feature ini.  Foto Asep Haryono
SENANG : Kang Nano tidak berkeberatan fotonya diambil untuk keperluan penulisan feature ini.  Foto Asep Haryono

Pernah Disangka Sudah Meninggal

Kami pun duduk duduk di pinggir jalan sambil menikmati minuman dingin yang saya bawa siang itu. Angin siang hari menerpa kami berdua yang asyik mengobrol ditemani hembusan angin yang segar ditambah pohon nan rindang memayungi kami berdua.

Kang Nano menceritakan pengalamannya pernah ditipu orang tahun lalu. Saat itu dia dan kawan kawannya di Bandung mendapat tawaran pekerjaan dari Calo atau Agen yang memberi iming iming pekerjaan sebaga Nelayan pemancing Ikan Hiu dengan gaji 3 juta per bulan di Tanjung Benoa, dekat perbatasan Australia yang terkenal dengan ombak lautnya yang tinggi .



"Iya waktu itu Agennya yang menjanjikan nih kamu pekerjaannya mencari iikan hiu di laut gajinya 3 juta rupiah per bulan ditambah makan yang nyaman"
gitu kata kang Nano.  Dia dan kawan kawan lainnya yang menerima tawaran pekerjaan itu diminta berbelanja membeli baju baju dan makanan sebagai bekal selama di perjalanan yang memakan waktu sekitar 1,5 tahun

"Belanjanya di Koperasi Agen itu dan uangnya dipinjamkan sebesar 3 juta rupiah sama agen dan dibayar (dipotong) dar Gaji yang dierima selama melaut dan setelah kontrak melautnya selesai, jika tidak mampu mengembalikan pinjaman ini akan dipukuli sama BodyGuard yang badannya besar besar itu" katanya.  Ngeri ngeri sedap saya mendengar cerita kang Nano ini.

"Dipukulin bagaimana kang?" kejar saya.   "Ya dipukulin digebukin namun tidak sampai berdara kok dipukulnya juga pake tangan kosong, ya sakit juga namanya juga dipukulin" kata Kang Nano.  Dia pun menceritaka ada beberapa rekan seperjuangannya yang berasal dari Lombok  yang tidak tahan kena pukul sama Bodyguardnya karena tidak mampu kembalikan pinjaman. "Sekarang kawan saya yang dari Lombok itu jadi gila"  katanya.  Dia bersyukur sepulang dari melaut ini penghasilan yang didapatnya tidak kurang dari 18 juta rupiah cukup besar untuk dibawa pulang ke kampung halamannya di Bandung. "Itu sudah dipotong pinjaman koperasi sebesar 3 juta" tambahnya


Ada yang unik ketika Kang Nano tiba di rumahnya di Bandung disambut sama istrinya dengan penuh haru.  "Iya istri saya menyangka saya sudah meninggal karena lebih dari 1 tahun nda ada kabar sama sekali telepon, surat gitu namanya juga melaut di kapal, dan rambut saya gondrong panjang sekali ya nda ke urus gitu" katanya.    Sambil merokok Kang Nano pun melanjutkan ceritanya saat melaut memancing di laut yang penuh dengan penderitaan. "Pokoknya susah deh namanya juga melaut, kapalnya motor sih ada layarnya, untuk makan sehari hari aja di kapal laut apa adanya, sayur pun encer mau dimakan atau nda ya terserah, udah gitu kapal sering dihantam ombak sampai nyaris mau tenggelam, wah  susah deh

Kini kang Nano sudah berkumpul dengan keluarganya di Bandung. Namun hasrat merantaunya kembali memanggil tapi kali ini tidak melaut lagi.  "Ini jualan Bendera aja saya mah, lumayan gajinya 3 juta biar cuma musiman aja, laku nda laku yang tetap dibayar penuh ini gajinya"  kata Kang Nano.  Ketika saya tanya rencana masa depannya , dia pun sejenak terdiam. Matanya menerawang memandangi deretan bendera bendera yang dijualnya.     "Mungkin saya mau usaha sendiri di Bandung biar cuma percetakan atau fotokopi gak apalah asal dekat sama keluarga".  (Seperti yang dituturkan kepada Asep Haryono)








0 Comments


EmoticonEmoticon