Uang di Rekening Itu, Bukan Uang Kami
Allah SWT memberikan rezeki dari jalan yang tidak di sangka – sangka. Siapa yang tak senang melihat isi atm terus bertambah tanpa kerja, ternyata yang terjadi akhirnya buat kita merenung...
" Bun, ini di BRI ada uang yang jumlahnya hampir sama dengan gaji di kantor yang lama!" ujar suamiku di ujung telpon selular dari atm dekat kantornya.
" Ah masa sih, Yah…. " jawabku tak percaya
" Iya benar… masa aku salah sih … nih, aku ambil ya uangnya … nah kan keluar," tindakan yang sangat menggelikan.
" Yang bener ah… Alhamdulilah kalau begitu, nanti kita pikirkan di rumah, itu duit dari mana dan akan kita belanjakan apa…! " sahutku gembira.
Kira – kira seperti itulah dialog kami di sebuah pagi yang amat cerah dan indah. Sebulan yang lalu suamiku baru saja pindah kantor dari kantor A ke kantor B. Jika dihitung dengan cermat harusnya ia tidak lagi menerima uang gaji dari kantor A. Itulah sebabnya saya masih menganggap suami berilusi sampai ia benar-benar membawa uang itu ke rumah.
Ada beberapa kemungkinan, bonus akhir tahun, kelalaian bagian finance kantor A, sampai uang Gayus yang nyasar. Semua pilihan itu mempunyai konsekuensi. Kami pun mengambil kesimpulan sendiri yang kami anggap teraman, mungkin ini bonus akhir tahun yang jumlahnya mirip dengan gaji. Aman kan !
Tanpa berpikir lama, tanpa perlu mengecek sana sini, serentetan daftar belanja untuk menghabiskan uang kaget itu pun sudah saya siapkan. Membeli sejumlah pakaian, makan di restoran cepat saji favorit kami, menghadiahkan orang-orang terdekat, dan tak lupa melunasi kewajiban yang tak kunjung lunas selama ini. Uang itu pun habis tak bersisa.
Satu bulan berlalu, di tanggal yang sama, uang kaget itu kembali menunjukan eksistensinya.
"Bun, ini ada uang lagi di BRI jumlahnya gak jauh beda!" kata suamiku, "ya, kalau pun berbeda itupun paling hanya seribu dua ribu."
"Ayah yakin, ini pasti uang gaji, " sambungnya.
"Waduh gawat kalau uang gaji. Kita harus ganti yang kita pakai bulan kemarin dong," jawabku dengan nada tak rela.
Dalam hatiku terlintas, A perusahaan yang besar. Perusahaan A pasti tak merasa kehilangan kan. Toh ini kelalaian mereka. perusahaan A juga tak akan tutup hanya karena uang itu mengalir ke rekening kami kan. Paling hanya sampai bulan Februari saat masa kontrak suamiku habis di perusahaan A, dan tak ada yang tahu selain kami dan keluarga.
Sayangnya ini bukan persoalan tutup atau tidak tutup, tahu atau tidak tahu. Tapi uang itu bukan uang kami. Uang itu bukan rezeki kami. Gaji dibayarkan ketika seseorang bekerja untuk sebuah perusahaan , sementara suamiku sudah pindah kerja dari perusahaan A sejak dua bulan lalu. Jadi jelas itu bukan hak kami . Sama halnya kami menemukan uang di jalan dan kami tahu siapa pemiliknya. Kami harus mengembalikan uangnya.
Lantas, bagaimana dengan uang sebelumnya yang sudah tinggal nama. Sungguh tak rela kalau aku harus memangkas anggaran belanja hanya untuk menggantikan uang yang sudah kami pakai. Astagfirullah. Kami mohon ampun kepada-Mu ya Rabb.
Allah Swt berfirman, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah Swt, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya,” (QS ath-Thalaq: 2-3).
Sungguh , Kami lupa Kau Maha Melihat. Kau Mahakaya. Adalah mudah bagi Allah Swt menurunkan rezeki yang ia kehendaki buat kami dengan jalan yang halal. Kalau yang ini, ini bukan rezeki kami. Ini ujian bagi kami. Ujian yang menggiurkan. Allah Swt Mahakaya. Seluruh jagad raya ini milik Allah Swt. Termasuk rumahku, perusahaan A, uang kaget itu, bahkan UFO yang mampir di Sleman jika benar ada.
“Dan jikalau Allah Swt melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah Swt menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27).
"Mau tak mau, besok Ayah ke kantor A untuk mengembalikan uangnya," sahut suamiku.
"Ya sudahlah kalau kantor A meminta uang itu dikembalikan kita cicil saja," kataku.
" Bun, ini di BRI ada uang yang jumlahnya hampir sama dengan gaji di kantor yang lama!" ujar suamiku di ujung telpon selular dari atm dekat kantornya.
" Ah masa sih, Yah…. " jawabku tak percaya
" Iya benar… masa aku salah sih … nih, aku ambil ya uangnya … nah kan keluar," tindakan yang sangat menggelikan.
" Yang bener ah… Alhamdulilah kalau begitu, nanti kita pikirkan di rumah, itu duit dari mana dan akan kita belanjakan apa…! " sahutku gembira.
Kira – kira seperti itulah dialog kami di sebuah pagi yang amat cerah dan indah. Sebulan yang lalu suamiku baru saja pindah kantor dari kantor A ke kantor B. Jika dihitung dengan cermat harusnya ia tidak lagi menerima uang gaji dari kantor A. Itulah sebabnya saya masih menganggap suami berilusi sampai ia benar-benar membawa uang itu ke rumah.
Ada beberapa kemungkinan, bonus akhir tahun, kelalaian bagian finance kantor A, sampai uang Gayus yang nyasar. Semua pilihan itu mempunyai konsekuensi. Kami pun mengambil kesimpulan sendiri yang kami anggap teraman, mungkin ini bonus akhir tahun yang jumlahnya mirip dengan gaji. Aman kan !
Tanpa berpikir lama, tanpa perlu mengecek sana sini, serentetan daftar belanja untuk menghabiskan uang kaget itu pun sudah saya siapkan. Membeli sejumlah pakaian, makan di restoran cepat saji favorit kami, menghadiahkan orang-orang terdekat, dan tak lupa melunasi kewajiban yang tak kunjung lunas selama ini. Uang itu pun habis tak bersisa.
Satu bulan berlalu, di tanggal yang sama, uang kaget itu kembali menunjukan eksistensinya.
"Bun, ini ada uang lagi di BRI jumlahnya gak jauh beda!" kata suamiku, "ya, kalau pun berbeda itupun paling hanya seribu dua ribu."
"Ayah yakin, ini pasti uang gaji, " sambungnya.
"Waduh gawat kalau uang gaji. Kita harus ganti yang kita pakai bulan kemarin dong," jawabku dengan nada tak rela.
Dalam hatiku terlintas, A perusahaan yang besar. Perusahaan A pasti tak merasa kehilangan kan. Toh ini kelalaian mereka. perusahaan A juga tak akan tutup hanya karena uang itu mengalir ke rekening kami kan. Paling hanya sampai bulan Februari saat masa kontrak suamiku habis di perusahaan A, dan tak ada yang tahu selain kami dan keluarga.
Sayangnya ini bukan persoalan tutup atau tidak tutup, tahu atau tidak tahu. Tapi uang itu bukan uang kami. Uang itu bukan rezeki kami. Gaji dibayarkan ketika seseorang bekerja untuk sebuah perusahaan , sementara suamiku sudah pindah kerja dari perusahaan A sejak dua bulan lalu. Jadi jelas itu bukan hak kami . Sama halnya kami menemukan uang di jalan dan kami tahu siapa pemiliknya. Kami harus mengembalikan uangnya.
Lantas, bagaimana dengan uang sebelumnya yang sudah tinggal nama. Sungguh tak rela kalau aku harus memangkas anggaran belanja hanya untuk menggantikan uang yang sudah kami pakai. Astagfirullah. Kami mohon ampun kepada-Mu ya Rabb.
Allah Swt berfirman, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah Swt, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya,” (QS ath-Thalaq: 2-3).
Sungguh , Kami lupa Kau Maha Melihat. Kau Mahakaya. Adalah mudah bagi Allah Swt menurunkan rezeki yang ia kehendaki buat kami dengan jalan yang halal. Kalau yang ini, ini bukan rezeki kami. Ini ujian bagi kami. Ujian yang menggiurkan. Allah Swt Mahakaya. Seluruh jagad raya ini milik Allah Swt. Termasuk rumahku, perusahaan A, uang kaget itu, bahkan UFO yang mampir di Sleman jika benar ada.
“Dan jikalau Allah Swt melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah Swt menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27).
"Mau tak mau, besok Ayah ke kantor A untuk mengembalikan uangnya," sahut suamiku.
"Ya sudahlah kalau kantor A meminta uang itu dikembalikan kita cicil saja," kataku.
Keesokan harinya suamiku datang menemui HRD kantor A. Setelah berdiskusi, hasilnya pihak HRD menganggap itu kelalaian mereka dan berterimakasih kepada suamiku karena telah mengembalikan uangnya.
Sesungguhnya HRD tersebut menyelamatkan kami, untuk memakan harta yang yang bukan hak kami, tak terbayangkan jika harta itu mengalir dalam darah anak kami, ataupun menjelma menjadi pakaian kami. HRD juga akan mengusahakan agar kami tak perlu mengganti uang kaget pertama. Semoga saja hasilnya nanti tak memberatkan kami.
Semoga Allah menggantinya dengan yang lebih banyak dan lebih berkah baik buat kami juga pembaca. Amin
Sesungguhnya HRD tersebut menyelamatkan kami, untuk memakan harta yang yang bukan hak kami, tak terbayangkan jika harta itu mengalir dalam darah anak kami, ataupun menjelma menjadi pakaian kami. HRD juga akan mengusahakan agar kami tak perlu mengganti uang kaget pertama. Semoga saja hasilnya nanti tak memberatkan kami.
Semoga Allah menggantinya dengan yang lebih banyak dan lebih berkah baik buat kami juga pembaca. Amin
0 Comments
EmoticonEmoticon