Jakarta: Festival film internasional Arkipel 2018 secara khusus mengangkat tema Homo Ludens atau manusia yang bermain. Sebagai bagian dari festival, kolektif Kultursinema membuat pameran film untuk mengenang Ganefo (Games of New Emerging Forces), pesta olahraga tingkat internasional yang pernah digelar Indonesia pada 1963.
Pameran bernama Gelora Purnaraga ini dibuka di Galeri Cipta III Taman Ismail Marzuki sejak Kamis, 9 Agustus lalu dan berakhir Rabu, 15 Agustus. Ada tiga ruangan pameran dengan tujuh instalasi film – dalam definisi sangat luas, yaitu segala bentuk medium audio visual dalam layar, hasil proyeksi, atau frame yang bergerak.
Salah satu instalasi interaktif adalah tiga kotak musik analog yang bisa dimainkan pengunjung. Ketiga pemutar ini memuat kertas notasi balok untuk melodi lagu Hyme Ganefo, Ganefo, dan Viva Ganefo. Menurut Afrian Purnama, salah satu periset Kultursinema, tiga potong melodi ini mereka temukan dalam arsip koran di Perpusnas dan Arsip Nasional Republik Indonesia"Kami interpretasi ulang pakai music box. Selain Viva Ganefo, dua lagu lain sudah tidak terdengar aslinya. Jadi selain bentuk partitur, tidak ada lagi bentuk lain. Kalau Viva Ganefo banyak di internet. Misalnya Dialita," kata Afrian kepada Medcom.id di lokasi pameran, Selasa 14 Agustus 2018.
"Bentuk (musiknya), kami juga enggak tahu. Soal tempo, kami cuma bisa bayangkan ini dimainkan dalam ketukan segini, nada segini. Jadi, bentuk aslinya ya dalam imajinasi saja," lanjutnya.
Selain kotak musik, ada zoetrope dengan patung miniatur atlet 12 cabang olahraga serta perangkat menyerupai magic lantern dengan gambar potongan berita koran tentang Ganefo. Zoetrope dan magic lantern adalah dua dari sekian perangkat pembentuk ilusi gambar, yang mengantar manusia kepada penemuan teknologi kamera. Zoetrope diputar, sedangkan magic lantern diproyeksikan.
Sebelum masuk ke arena tiga instalasi di atas, pengunjung disambut dengan instalasi potongan film pidato Presiden Soekarno mengenai Ganefo 1963. Lalu ada sejumlah panji tergantung, yang memuat logo dan slogan Ganefo (Onward! No Retreat! – Maju Terus Pantang Mundur) serta kutipan tentang Ganefo dari koran-koran lama. Ada pula gambar-gambar dari perangko Asian Games 1962 Jakarta.
Dalam ruangan berikutnya, ada instalasi ruang gelap dengan empat proyeksi dari empat sudut, yang menayangkan potongan video pertandingan sepakbola. Lalu di bagian tengah, ada instalasi layar televisi yang menampilkan potongan film dari arsip Ganefo 1963 dan Asian Games 1962.
"Ini adalah perayaan terhadap tubuh, bagaimana kesempurnaan tubuh atlet terekam oleh kamera, kita juga pelajari lewat slow-motion, untuk menggambarkan pencapaian lompat jauh misalnya, dan segala macam. Tubuh (atlet) yang sudah ditempa oleh latihan untuk membentuk karakteristik dia sendiri," terang Afrian.
Terakhir, di tembok samping tangga naik, ada film proyeksi yang memuat potongan video mengenai persiapan dan perayaan Asian Games 2018. Ario Fazrian, salah satu anggota kolektif Kultursinema, menyebut bahwa dua ajang Asian Games yang pernah diadakan di Indonesia punya satu kesamaan situasi, yaitu pembangunan besar-besaran. Instalasi film ini menampilkan cuplikan pembangunan itu serta perayaan Asian Games yang terasa hingga kampung.
"Asian Games dirayakan juga di kampung, tidak hanya di kota. Mereka merayakan juga seperti ada mural, instalasi, panji-panji Asian Games," ungkap Ario.
Arkipel 2018 mengambil tema besar "manusia yang bermain" dan Kultursinema menyoroti manusia yang bermain dalam pesta olahraga. Dalam pesta olahraga, di luar konteks kompetisi, sebenarnya para atlet sedang bermain-main.
Lalu kenapa Ganefo yang dipilih?
"Karena ini (Ganefo) adalah acara olahraga paling besar, bahkan lebih besar dibanding Asian Games seperti sekarang. Ganefo itu jawaban Indonesia terhadap Olimpiade (1964)," ujar Afrian.
Situasi yang dimaksud Afrian adalah konflik antara Indonesia dengan Komite Olimpiade Internasional (IOC) terkait Olimpiade 1964 di Jepang. Waktu itu, Indonesia ditangguhkan dari keanggotaan IOC karena sebelumnya, Indonesia menolak kedatangan kontingen Israel dan Taiwan dalam Asian Games 1962. Indonesia dan sejumlah negara lantas membentuk Ganefo sebagai pesta olahraga bagi negara-negara baru. Ganefo kedua hendak digelar di Kairo pada 1967, tetapi batal karena persoalan politik.
Lewat pameran Gelora Purnaraga ini, Afrian, Ario, dan kawan-kawan Kultursinema memaknai ulang "tubuh-tubuh Ganefo sebagai ide tubuh yang sempurna". Seperti ditulis kurator pameran Mahardika Yudha, tubuh-tubuh sempurna adalah "capaian dan manifestasi yang dibentuk dari permainan olahraga maupun dari jalinan relasi-relasi kesetiakawanan dalam kejadian-kejadian sosial yang terjadi selama sebelum, saat, dan sesudah pesta olahraga itu terjadi".
Pameran Gelora Purnaraga berlangsung hingga Rabu, 15 Agustus 2018. Selain pemeran, Arkipel 2018 juga punya program pemutaran film dan diskusi. Arkipel edisi kelima ini akan ditutup dengan seremoni pemberian penghargaan di Goethehaus Jakarta pada Kamis, 16 Agustus 2018.
(ELG)
http://hiburan.metrotvnews.com/musik/JKRnM4VK-bermain-musik-olahraga-di-arkipel-2018
0 Comments
EmoticonEmoticon