Euforia itu begitu terasa di Palestina. Ribuan penduduk turun ke jalan dan membunyikan klakson untuk merayakan kemenangan atas ”pendudukan” Israel di Haram Al Sharif. Kemarin pagi (27/7) Israel akhirnya menuruti tuntutan penduduk Palestina dan umat muslim dunia. Yakni, menghilangkan seluruh pengamanan tambahan di kompleks yang di dalamnya terdapat Masjidilaqsa dan Dome of the Rock tersebut.
”Semua orang di sini akan mengorbankan apa pun untuk Al Aqsa dan itulah yang membuat kami menang,” ujar Ahmed Abulawa, salah seorang penduduk Palestina yang tinggal di Jerusalem Timur. Menjelang siang, tidak lagi ada pagar pembatas besi, rangka-rangka untuk meletakkan CCTV, dan pengamanan lainnya yang sebelumnya diletakkan di gerbang-gerbang menuju tempat suci yang ketiga, setelah Makkah dan Madinah, umat muslim tersebut.
Kondisinya kini seperti sebelum tragedi 14 Juli lalu. Yakni, saat pemuda Palestina menyerang polisi Israel yang berujung pada penutupan Haram Al Sharif selama dua hari dan pemasangan alat pendeteksi logam. Tindakan itu menuai kecaman dari negara-negara muslim dan mengakibatkan demo yang mayoritas berujung bentrok. Setidaknya, enam warga Palestina tewas dan lebih dari 900 orang lainnya luka-luka karena bentrokan tersebut.
Belum diketahui apakah rencana Israel untuk memasang CCTV yang lebih canggih disertai alat pengenal wajah enam bulan lagi bakal terus dijalankan atau tidak setelah ini. Sebab, awalnya, Israel mau melepas detektor metal jika mereka diizinkan memasang CCTV tersebut.
Jerusalem Islamic Waqf langsung menggelar konferensi pers setelah memastikan Haram Al Sharif kembali seperti semula. Lembaga bentukan Jordania yang dipercaya mengelola Masjidilaqsa itu meminta umat muslim kembali beribadah di dalam masjid. Sejak Israel kembali membuka Masjidilaqsa pada Minggu (16/7), tak ada umat muslim yang beribadah di sana. Mereka tak mau melewati alat pendeteksi logam itu. Sebagai bentuk protes, salat digelar di jalan-jalan di sekeliling kompleks Haram Al Sharif.
”Kami menghargai perjuangan selama dua pekan ini di luar Al Aqsa dan kami ingin perjuangan tersebut kini dilanjutkan di dalam Al Aqsa,” ujar Kepala Jerusalem Islamic Waqf Abdel-Azeem Salhab. Pernyataan serupa dikeluarkan Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Ibadah pertama yang digelar di dalam Masjidilaqsa adalah salat Asar. Salhab dan para ulama sepuh lainnya menyerukan agar hari ini seluruh masjid di Jerusalem Timur ditutup. Salat Jumat akan disatukan di Masjidilaqsa sebagai simbol kemenangan umat muslim.
Jordania yang mengelola Haram Al Sharif sejak 1924 mengaku lega dengan keputusan Israel tersebut. Menteri Informasi Jordania Mohammad Al Momani menegaskan bahwa pencopotan alat-alat pengamanan itu dianggap sebagai langkah penting untuk mendinginkan situasi.
Keputusan Israel mencopoti semua pengamanan tersebut menunjukkan bahwa negara yang dipimpin Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu itu mendapatkan tekanan dari banyak pihak. Sebab, sebelumnya, pemimpin yang akrab disapa Bibi itu kukuh tak akan berubah sikap. Alasannya, itu demi keamanan penduduk Israel dan dia tak mau didikte para pembunuh.
Sejak krisis mencuat, PBB dan Amerika Serikat (AS) memang terus melakukan mediasi. Turki, Jordania, dan Arab Saudi adalah negara-negara Islam yang aktif melobi berbagai pihak agar Israel berhenti berusaha menguasai Masjidilaqsa serta membuat situasi kembali tenang.
Di sisi lain, keputusan itu membuat Netanyahu panen kecaman di dalam negeri. Terutama dari kelompok sayap kiri. Salah satu yang langsung melontarkan kritikan adalah pemimpin Partai The Jewish Home Naftali Bennett. Menurut dia, keputusan Netanyahu membuat Israel tampak lemah.
”Bukannya meningkatkan kedaulatan kita di Jerusalem, tapi malah mengirimkan pesan bahwa kedaulatan kita bisa diguncang,” tegas tokoh yang juga menjabat menteri pendidikan Israel tersebut.
Sehari sebelumnya, Netanyahu menuding Al Jazeera sebagai biang kerok. Kantor berita yang berbasis di Qatar itu dituding memuat berita yang membuat situasi kian panas. Netanyahu mengancam menutup kantor Al Jazeera di Jerusalem.
Dalam cuitan di akun Twitter-nya, dia mengaku sudah berbicara dengan berbagai pihak untuk mengurus penutupan tersebut. ”Jika penutupan itu tidak bisa dilakukan karena masalah hukum, saya akan berusaha memberlakukan undang-undang yang dibutuhkan untuk mengusir Al Jazeera dari Israel,” cuitnya. (*)
0 Comments
EmoticonEmoticon