Pria yang baik hati ini membeli seekor sapi yang kurus kering dan hendak disembelih, kemudian ia Ciamsi (sejenis ramalan – cara bertanya dan mencari jawaban dengan bilah kayu atas permasalahan diri yang dihadapi), dan di luar dugaan dari Ciamsi-bilah kayu yang didapat itu ia mendapat jawaban : “Tuhan melepaskan makhluk hidup”, setelah melepaskan sapi itu, tak disangka terjadi sesuatu yang ganjil.
Adalah Zhu-khai, seorang pelajar semasa dinasti Ming dari desa Jiang-san, Tiongkok kuno. Pelajar bernama Zhu Khai ini adalah sosok orang yang jujur, suka membaca buku (belajar) semasa kanak-kanak. Selama tiga generasi, keluarga bermarga Zhu ini tidak makan daging sapi, daging anjing.
Sejak kecil Zhu Khai telah kehilangan ayahnya. Karena fisiknya yang lemah, sehingga sering sakit-sakitan, tapi kondisinya akan membaik setelah minum sup daging sapi, sehingga daging sapi yang dimakannya sejak kecil juga tidak sedikit. Karena miskin, Zhu Kai kemudian mencari penghasilan dengan menjadi pengajar di desa.
Pada hari perayaan Duan Wu atau Peh Cun, Zhu Kai berencana pulang kampung, sebelum pulang ia diberi imbalan/bayaran atas jasanya mengajar sebanyak 8 tael (mata uang zaman kerajaaan Tiongkok kuno).
Dalam perjalanan pulang ke rumah, tiba-tiba hujan lebat, sehingga Zhu Kai berteduh dulu di dalam sebuah kuil di pinggir jalan, begitu masuk ke kuil Zhu Khai melihat dua lembar kertas tulisan di dinding, kertas pertama bertuliskan akibat (karma) menyembelih sapi, sementara kertas satunya bertuliskan akibat (karma) makan daging sapi.
Dua tulisan tersebut jelas sangat mudah dipahami, tapi sangat menyedihkan bagi Zhu Khai, terbayang dalam benaknya semasa kecil yang banyak makan daging sapi, sehingga seketika membuatnya merasa sangat berdosa, dan keringatnya pun terus bercucuran.
Tiba-tiba terbersit dalam pikiran Khai : “Sekarang usia sudah 29 tahun, tapi belum juga ujian kenegaraan, apa ada hubungannya karena makan daging sapi. Apalagi, ada wejangan dari keluarga secara turun temurun, dan sudah tiga generasi keluarga kami tidak makan daging sapi, daging anjing, tetapi sekarang saya melanggar ajaran leluhur kami, dan ini adalah perbuatan durhaka kepada leluhur.”
“Sapi membajak sawah untuk kita, mengangkut makanan, jasanya sangat besar, tapi saya justeru memakan dagingnya, ini adalah perbuatan yang kejam. Mengetahui akan adanya pembalasan yang serius, tetapi tidak bertobat, ini adalah perilaku yang tidak bijak.”
“Saya telah melakukan empat kejahatan ini, barangkali bencana akan segera menimpa saya, mana bisa mendapatkan gelar kesarjanaan (gelar ini setara dengan keharuman nama/terpandang pada zaman kerajaan Tiongkok kuno) dan kesejahteraan ?” karena selalu terngiang dengan hal itu, Zhu Khai lalu ke kuil bersujud dan memanjatkan do’a, bersumpah tidak akan pernah lagi mengonsumsi daging sapi.
Setelah hujan berhenti, dan ketika Zhu Kai hendak melanjutkan perjalanannya, ia bertemu dengan You Guangyu masuk ke kuil, You Guangyu adalah seorang penyembelih hewan. Zhu Khai bertanya pada You Guangyu “Mengapa kamu ke kuil?” “baru-baru ini keluarga saya membeli seekor sapi kurus, karena takut rugi, lalu ke kuil untuk ciamsi,” Jawab si pendajal hewan. “Di mana sapinya?,” tanya Zhu Khai.
“Di luar kuil,” kata si penjagal. Kemudian Zhu Khai melihat seekor sapi yang kurus kering, kedua kakinya berlutut di tanah, dan tampak meneteskan air mata. Melihat itu, Zhu Khai merasa kasian, lalu bertanya pada You Guangyu berapa harga sapinya, tujuh tael (mata uang zaman kerajaan Tiongkok kuno), kata You Guangyu.
Zhu Khai kemudian membeli sapi itu. Namun, karena merasa terlalu murah, You Guangyu lalu meminta tambahan 3 tael lagi. Setelah membeli sapi itu, Zhu Khai mengambil sebilah papan tipis dan digantung ke leher sapi sambil membubuhi tulisan : “Tuhan melepaskan makhluk hidup”, kemudian membuka tali yang disangkutkan di hidung sapi, dan melepaskannya.”
Tanpa disadari, atau mungkin ada kontak batin, Zhu Khai akhirnya ikut ujian kerajaan dan lulus dengan gelar sarjana, dan menjadi menantu keluarga Wang yang terpandang di seantero desanya, Wang adalah keluarga yang cukup terpandang di daerahnya.
Malam itu, Zhu Khai dan mertuanya minum bersama, menceritakan tentang sapi yang dilepaskannya dulu. Seorang pelayan keluarga Wang melapor, “Di luar ada seekor sapi, di lehernya tergantung sebilah papan, tapi sapinya bandel tidak mau pergi meski diusir.” Zhu Khai keluar dan melihat ternyata itu adalah sapi yang dilepaskannya dulu, lalu ia menyuruh pelayan membawa sapi itu ke gudang belakang halaman.
Di desa itu ada seorang penjahat kambuhan yang dijuluki “Manusia kera”, sangat hafal dengan suasana rumah keluarga Wang. Karena tergiur dengan mahar pernikahan putri Wang. Malam itu, tepatnya di samping ruangan kosong tempat naungan si sapi, residivis itu menyelinap masuk dengan menggali sebuah lubang di atas dinding, lalu langsung menuju ke kamar Zhu Khai, penjahat kambuhan itu menggasak perhiasan, dan ketika hendak kabur.
Sapi itu tiba-tiba menyeruduk masuk ke kamar dan melabrak meja, sehingga terdengar suara keras. Zhu Khai segera bangkit dari tidurnya dan berteriak : “Maling, maling!” sekeluarga pun kemudian ikut berteriak maling, dan berbondong-bondong ingin menangkap pencuri itu. Mendengar suasana yang hiruk pikuk, pencuri itu menjadi takut, lalu merayap dari bawah badan si sapi, tapi tak disangka sapi itu menjadi marah, menindih tas berisi perhiasan itu dengan kakinya.
Saat itu, suara teriakan tangkap maling semakin kencang, membuat pencuri itu terpaksa membuang tasnya lalu kabur. Melihat tas perhiasannya masih utuh, Zhu Khai dan mertuanya sangat berterimakasih kepada si sapi yang telah berjasa membuat pencuri itu terpojok. Sapi itu dipelihara dan dirawat di ruang kosong, sejak itu, keluarga mertuanya juga bersumpah tidak akan pernah makan daging sapi.
Tidak lama setelah itu, pada suatu malam saat hujan, pencuri itu datang lagi ke rumah Wang, ia mendobrak pintu di taman belakang, dan tampaknya ia sangat marah melihat sapi itu, karena usaha pencuriannya tempo hari gagal gara-gara sapi ini, jadi kali ini ia tidak berani lagi masuk ke sana. Dia menarik sapi itu keluar, membuang papan tulisan dilehernya, kemudia ia jual ke tukang daging, dengan bayaran 42 perak atau setara dengan puluhan juta rupiah uang sekarang.
Hari itu, kebetulan Zhu Khai mewakili ayah mertuanya dinas luar untuk menagih utang, ketika tiba di gerbang rumah penyembelih hewan, Zhu Khai langsung kenal dengan sapi yang dilepaskannya itu.
Lalu ia bertanya pada si penjagal yang kemudian menceritakan hal yang sebenarnya. Sapi itu berlutut di depan Zhu Khai sambil meneteskan air mata sama seperti yang disaksikan Zhu Khai dulu, akhirnya sekali lagi Zhu Khai menebus sapi itu, dan menggantung papan di lehernya dengan tulisan “Petir melepaskan makhluk hidup” lalu melepas ikatan talinya dan melepaskannya.
Beberapa tahun kemudian, Zhu Khai menjadi guru di keluarga Zhong Kuan yang kaya di Gu Tian. Ketika itu juga ada sekelompok bandit dekat desa, mereka melakukan perampokan massal, karena keluarganya kaya, Zhong Kuan merasa khawatir. Zhu Khai membantunya merancang strategi, mengatur tenaga kerja untuk memperbaiki rumah, meningkatkan pagar dinding, untuk mengantisipasi hal-hal darurat.
Tiba-tiba salah seorang pelayan melapor : “Ada seekor sapi di luar, di lehernya tergantung sebilah papan, terus berdiri di luar rumah dekat ruang belajar.” Zhu Khai terkejut mendengar laporan pelayan sambil berkata : “Itu adalah sapi yang dulu sengaja saya lepaskan, sapi itu sangat peka, sekarang sapi itu ada disini, berarti kawanan bandit juga akan segera datang.”
Kemudian, Zhu Khai menceritakan tentang sapi tersebut yang berhasil mengusir pencuri di rumah mertuanya, dan memintanya untuk berjaga-jaga. Pada hari ketiga tengah malam, tepanya pukul empat dini hari, para bandit itu pun datang, mereka membawa pisau sambil menyalakan api di luar rumah keluarga Zhong.
Zhong Kuan menaiki tangga memandang keluar, dalam cahaya api yang berkobar, ia melihat seekor sapi meraung keras sambil melabrak dan menerjang kawanan bandit dengan tanduknya, membuat para bandit lari terbirit-birit.
Pada saat sekeluarga berkumpul, kawanan bandit itu sudah melarikan diri. Namun, saat itu si sapi juga sudah kelelahan, hingga tak lama kemudian sapi itu pun mati sambil menatap ke atas.
Di samping sapi itu, tampak dua dari kawanan bandit tergeletak di sana, orang-orang mengambil lilin dan melihat ternyata dua kawanan bandit itu adalah You Guangyu si penjagal dan perampok yang dijuluki manusia kera. Kedua bandit itu kemudian diikat dan dibawa ke kantor pemerintah daerah (sejenis kantor pengadilan zaman feodal Tiongkok).
Kemudian memerintahkan segera menangkap kawanan bandit lainnya. Akhirnya daerah tersebut menjadi tenang sejak kawanan bandit diciduk. Keluarga Zhong sangat berterima kasih atas budi baik si sapi. Kemudian mereka mengebumikan sapi itu dan mendirikan sebuah monumen bertuliskan “makam sapi ksatria”, dan sejak itu keluarga Zhong juga bersumpah tidak akan pernah mengonsumi daging sapi lagi.
Ada yang berkomentar : Orang yang tidak tega melihat keadaan si sapi lalu menebusnya dengan uang kemudian melepaskannya, ternyata adalah seorang pengajar miskin, amal kebaikannya bahkan jauh lebih besar daripada orang-orang berada. Hanya saja sulit dipahami, pasalnya kawanan bandit belum datang, tapi bagaimana sapi itu bisa tahu lebih dulu akan hal itu ? lagipula sapi itu telah dilepaskan sebelumnya.
Ada pertanyaan lagi, Lantas bagaimana si sapi bisa tahu tempat tinggal Zhu Khai yang baru ? Apakah memang kebetulan atau tiba-tiba terbersit begitu saja dalam kepekaan si sapi, sehingga bisa tahu tanpa diberitahu ? Entahlah, tidak ada yang tahu secara pasti hal-hal diluar nalar manusia ini. Tapi yang pasti sapi itu telah mengorbankan nyawanya untuk membalas budi Zhu Khai, orang yang dulunya telah menyelamatkannya dari tangan si penjagal.
0 Comments
EmoticonEmoticon