Baru-baru ini, wacana penggunaan dana haji untuk infrastruktur ramai diperbincangkan.
Sedangkan di Malaysia, skema tersebut bukanlah barang baru. Bahkan, negeri jiran ini sudah menerapkan penggunaan dana infrastruktur sejak puluhan tahun lalu.
"Kalau di Malaysia, itu sudah sejak 1980an. Tidak hanya untuk infrastruktur, tetapi juga untuk investasi perkebunan, pasar modal dan lain-lain," ujar pengamat infrastruktur dari Universitas Indonesia Wicasono Adi kepada KompasProperti, Selasa (1/8/2017).
Ia menjelaskan perbedaannya, di Indonesia para calon jamaah menabung di bank. Selama menabung tersebut, dana di bank ini hanya boleh digunakan pada instrumen yang tidak berisiko seperti surat utang negara (SUN) dan obligasi.
Dengan demikian, instrumen tersebut bukanlah sektor riil yang manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat.
Di Malaysia, penggunaan dana haji sudah melampaui tahap itu. Selain membiayai infrastruktur dan perkebunan, dana haji juga digunakan di pasar modal dalam bentuk saham.
"Karena mereka (Malaysia) punya manajer-manajer investasi yang digaji secara profesional serta paham industri dan keuangan," kata Wicaksono.
Dari sisi produktivitas, lanjut dia, penggunaan dana haji di sektor non-riil seperti perbankan, berbeda dengan mengonversinya di sektor riil.
Jika di sektor non-riil, penabung hanya memperoleh bagi hasil per tahun dari bunga sekitar 7-10 persen.
Sedangkan perbandingannya di Malaysia, dana haji yang digunakan di sektor riil bunganya mencapai 20 persen.
Dengan demikian, imbuh Wicaksono, dampak lembaga tabungan haji Malaysia turut serta memutar perekonomian negara.
"Kalau di kita, mungkin memutar juga tapi enggak secara langsung. Kalau di Malaysia itu langsung karena sektornya riil," jelas Wicaksono.
0 Comments
EmoticonEmoticon