Lieus Disambut, Djarot Ditolak, Bukti Pilkada DKI Bukan Soal SARA

Peringatan 51 tahun Super Semar dan Haul Presiden Soeharto dalam acara “Dzikir dan Shalawat untuk Negeri” di Masjid At Tin, Pondok Gede, Sabtu malam (13/3), berlangsung meriah dan dihadiri ratusan ribu orang. Jamaah tidak hanya memenuhi ruang utama Masjid At Tin hingga lantai atas, tapi juga melimpah sampai ke halaman dan jalan raya.

Lieus Disambut, Djarot Ditolak, Bukti Pilkada DKI Bukan Soal SARA

Dalam acara itu hadir Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, Mantan Ketua Umum Golkar H. DR. Ir. Akbar Tandjung, Wakil Ketua MPR RI DR. H.M. Hidayat Nur Wahid, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, Fuad Bawazier dan sejumlah artis ibukota. Selain itu, hadir pula putra putri Presiden kedua RI, H.M. Soeharto, seperti Tommy Soeharto, Siti Hadianti Rukmana (mbak Tutut) dan Titiek Soeharto.

Acara “Dzikir dan Shalawat untuk Negeri” dibuka dengan tausiyah serta dzikir yang dipimpin langsung oleh KH Arifin Ilham, dan ditutup dengan tausiyah oleh KH. Abdullah Gymnastiar dan Habieb Muhammad Rizieq Shihab.

Dalam acara itu sempat terjadi insiden kecil saat jama’ah menolak kehadiran Calon Wakil Gubernur Jakarta, Djarot Syaiful Hidayat. Penolakan itu karena jamaah tak berkenan atas kehadiran Calon Wakil Gubernur Jakarta yang memaksa masuk ke dalam ruangan masjid. Ironisnya, pada saat yang bersamaan Tokoh Tionghoa non Muslim, Lieus Sungkharisma, yang juga hadir, justru diterima dengan baik oleh jama’ah meskipun ia tak masuk ke dalam masjid.

Seperti diketahui, pada acara peringatan 51 tahun Super Semar dan Haul Presiden Soeharto yang berlangsung di Masjid At Tin itu, meskipun sempat masuk ke dalam masjid setelah bersitegang dengan jama’ah, calon wakil gubernur Djarot Syaiful Hidayat akhirnya pulang sebelum acara berakhir.

Penolakan/Pengusiran atas Djarot dan penerimaan/ Penyambutan terhadap Lieus itu tak urung mengundang reaksi sejumlah pihak. Tak terkecuali dari Ketua Muslim Tionghoa Indonesia (MusTi), H.M. Jusuf Hamka.

Menurut Jusuf, penolakan atas Djarot dan penerimaan terhadap Lieus itu membuktikan bahwa persoalan yang kini terjadi dalam Pilkada DKI sama sekali bukan masalah agama dan suku, tak ada hubungannya dengan masalah SARA.

“Sebab, jika yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta selama ini menyangkut SARA, maka Lieus yang non muslim seharusnya ditolak hadir dalam acara itu. Jadi bukan Djarot. Tapi faktanya justru Djarot yang ditolak/diusir dan Lieus yang disambut/diterima,” kata Jusuf.

Apa yang terjadi itu, tambah Jusuf Hamka, membuktikan bahwa apa yang menjadi persoalan dalam Pilkada DKI selama ini bukan masalah SARA. “Tapi sepenuhnya menyangkut prilaku, etika, adab dan sopan santun calon gubernur yang bersangkutan,” ujarnya.

Lieus sendiri, ketika ditemui di tengah-tengah jama’ah yang berada di luar masjid At Tin mengaku kehadirannya adalah untuk mendengarkan tausiyah para Ulama dan Habaib. “Saya TAHU DIRI DAN BISA MENEMPATKAN DIRI SAYA,karena SAYA bukan muslim maka saya tidak masuk ke dalam masjid. Jadi saya hanya duduk di halaman saja untuk mendengarkan Tausiyah para ulama dan Habaib,” ujar Lieus saat ditanya wartawan.

Lieus menyebut, kehadirannya pada acara itu sekaligus untuk menegaskan dukungannya tidak saja kepada Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai pasangan calon gubernur DKI Jakarta, tapi kepada umat Islam Jakarta yang sedang memperjuangkan hadirnya gubernur Jakarta yang beretika, santun dan tidak pembohong. “Ini merupakan wujud dari dukungan saya pada umat Islam di Jakarta untuk memilih gubernur muslim untuk ibukota Jakarta,” katanya.

Sebab, tambahnya, setelah semua yang terjadi dan kita lihat selama ini, saya semakin yakin, bahwa tak ada pilihan lain bagi warga Jakarta kecuali memilih Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Dan saya menyatakan diri siap berkampanye untuk keduanya,” DNG SLOGAN PAS(Pilih Anis Sandi) tegas Lieus.

0 Comments


EmoticonEmoticon